BULETIN HIMAHISYA 2023 : SARUNGAN KONSERVATIF ATAU SIMBOLIS





SARUNGAN KONSERVATIF ATAU SIMBOLIS

Kaum sarungan (kelompok yang memakai sarung) adalah suatu istilah yang diberikan khalayak kepada orang-orang yang memakai sarung. Biasanya julukan ini diberikan kepada santri karena kebiasaan, ciri, dan identitas mereka sebagai gaya berpakaian sehari-hari, baik dalam suasana formal maupun non-formal. Sarung menjadi sebuah corak yang khas dan sangat menonjol, sampai-sampai ada ungkapan ‘sopo wonge nggawe sarung, berarti iku santri’. (Siapa yang menggunakan sarung, itu berarti dia seorang santri).

Di samping itu, santri sendiri merupakan salah satu bentuk pelabelan ‘sakral’ yang diberikan oleh masyarakat kepada orang-orang yang menimba ilmu pengetahuan di lingkungan pondok pesantren, baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum. Tentu saja batin dan perilaku menjadi aspek utama, yang secara otomatis terbentuk dan melekat dalam diri santri atas bimbingan dari para ustad dan kyai, dengan berdasarkan pada nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin, yaitu sesuai dengan al-Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Dari definisi tersebut tentunya kita dapat mengetahui bahwa dalam masyarakat nantinya, santri pasti memiliki manfaat praktis dan juga strategis yang sangat besar. Artinya, disamping santri dipercaya untuk menyetir jalannya keislaman pada suatu wilayah, seperti diangkatnya mereka sebagai seorang modin, pemimpin tahlil, dan lainnya. Santri juga dipercaya untuk menjawab segala persoalan agama yang terjadi di lingkungan masyarakat secara kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan.

Tak cukup itu, adanya santri merupakan sebuah mutiara di tengah tumpukan karang, sebab santri juga memiliki potensi yang terlampau besar untuk menjadi penerus cendekiawan muslim dunia yang memiliki implikasi sosial yang besar dan berpengaruh di lingkungan masyarakat.

Karenanya santri tidak hanya sebatas manusia yang yang memiliki kapabilitas lebih dalam hal keagamaan, namun santri juga menjadi sebuah lentera dalam lorong kegelapan dan kepengapan problematika umat. Lantas bagaimana santri dapat menjadi sebuah lentera dalam kegelapan yang senyap dan keriuhan yang gagap?

Selanjutnya, mari kita kupas lebih jelas dan mendalam bagaimana kaum sarungan, santri, dapat berperan sebagai agent of change dan dapat memberikan warna baru dengan memberikan gebrakan-gebrakan inovasi dalam perkembangan peradaban Islam, khususnya dalam perkembangan diskursus keilmuan di era millenial ini.

Pada era millenial ini, yang didefinisikan oleh para ahli dan peneliti sebagai generasi yang lahir pada awal tahun 1980-an sampai awal 2000-an yang merupakan tanda akhir kelahiran generasi ini. Lahirnya generasi ini ditandai dengan peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, serta teknologi digital. Namun dari situ dapat kita ketahui bahwa kaum sarungan, santri, dalam paradigma masyarakat saat ini dianggap sebagai salah satu simbol kekolotan karena belum bisa memanfaatkan teknologi dengan baik untuk kemajuan perkembangan peradaban dan menjawab segala problem yang muncul. Benarkah seperti itu? Maybe.

Jika kita berbicara mengenai paradigma masyarakat mengenai santri yang dianggap kolot, mau-tidak-mau kita harus mengakuinya, bahwa kebanyakan santri memang masih cenderung bersikap statis terhadap dialektika dan problem-problem keagamaan saja. Perkembangan peradaban yang dilukiskan oleh gemerlap teknologi masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar santri.

Idealnya, sebagai seorang santri yang digaungkan sebagai penerus cendekiawan Muslim harus dapat memfasilitasi keilmuan perihal nalar-nalar Islam yang telah diajarkan. Entah itu nalar bayani, nalar irfani, dan nalar burhani.Bila trilogi nalar tersebut dapat mereka kawinkan secara maksimal dengan keilmuan agama, umum, dan gemerlapnya teknologi abad ini, maka tak diragukan lagi, mereka akan menjadi cendekiawan Muslim yang memiliki manfaat dan pengaruh yang sangat besar nantinya.

Hal ini sejalan dengan salah satu pemikiran cendekiawan muslim Indonesia, Prof. Amin Abdullah tentang integrasi-interkoneksi dalam keilmuan (Diu, 2018: h. 6-9). Menurut Prof. Amin Abdullah, menggabungkan berbagai keilmuwan menjadi suatu paradigma itu sangat penting. Bagaimana berbagai keilmuan itu nantinya akan saling berkaitan dan menguatkan satu sama lain untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul.

Dengan adanya gagasan tersebut, maka kaum sarungan diharapkan dapat memberikan wajah baru pada dunia keislaman dengan mentrialogikan 3 nalar diatas, mulai dari mengimplementasikan dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam nash-nash agama secara tekstual melalui nalar bayani yang dikuatkan oleh nalar burhani melalui pengalaman empiris dan historis mengenai segala sesuatu, yang nantinya masing-masing nalar ini dikuatkan juga dengan nalar irfani, yang bertumpu pada pengalaman intuisi dan batin.

Sehingga mereka tidak hanya mumpuni dalam masalah agama, tetapi juga mumpuni dalam masalah umum bahkan teknologi. Sehingga keilmuan mereka tidak konservatif, tetapi menjadi keilmuan yang moderat. Kokoh spiritual dan mapan intelektual.

Dengan begitu, santri dapat turut serta dalam mengamini kemajuan dengan mensosialisasikan agama Islam yang rahmatan lil alamin melalui berbagai pendekatan, utamanya teknologi, bisa dengan menyampaikan gagasan dan pemikiran dalam tulisan-tulisan di media massa atau yang lainnya. Dari situ maka kaum sarungan dapat dianggap sebagai pelopor Islamisasi dan pembaharu di era millenial.

Apakah cukup hanya menjadi pelopor Islamisasi dan pembaharu? Oh jelas tidak, Bung dan Nona. Kaum sarungan tentu saja memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Dengan kepekaan sosial yang tinggi itu, secara fundamental, santri pastinya memiliki sikap empati yang besar terhadap lingkungannya. Bagaimana tidak? Dalam kehidupan sehari-harinya saja, santri menerapkan slogan “Milikmu, milikku, milik kita”yaitu: Melalui hari yang susah, senang, suka, maupun duka secara bersama dengan teman-teman seperjuangan di pondok pesantren. Mereka “Sekata dan seia” terhadap hal-hal yang memang seharusnya dilakukan bersama. Misal, makan bersama, jika salah satu sakit, maka yang lain juga merasakannya dan bahu-membahu demi kesembuhan sang teman.

Tentu saja sikap seperti itu akan terus mengakar-rumput hingga mereka menjadi bagian di masyarakat (baca: lulus pesantren) kelak. Menjadi pahlawan bagi kaum-kaum yang tertindas, membela keadilan bagi mereka, dan menyeimbangkan kesenjangan sosial; sudah gamblang menjadi bagian dari tugas sebagai seorang santri. Pasalnya, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk saling menghargai perbedaan, menjunjung tinggi persamaan derajat, bersikap toleransi yang acapkali kita sapa dengan Islam wasathiyah. Hal ini sejalan dengan pemikiran Karl Marx tentang masyarakat tanpa kelas; di mana kesetaraan, persaudaraan umat manusia dapat terbina tanpa sekat dan tanpa kontradiksi antara satu sama lain(Farihah, 2015: h. 446).

Mengingat di era millenial ini banyak terjadi ketidakadilan pada kaum minoritas dan marginal. Contoh terdekat yang kerap kita endus baunya yaitu kasus intoleransi yang mulai muncul dan berkembang di tanah air kita. Bahkan hingga kasus kaum marginal yang tertindas oleh kaum borjuis, seperti masyarakat yang terkena dampak buruk dari adanya perusahaan tambang di lingkungannya.

Ramainya kasus intoleransi di tanah air kita ini dipicu oleh arus globalisasi yang mengikis nilai-nilai luhur bangsa, juga perkembangan media sosial yang menjadi tantangan bagi kaum millenial, sebab tidak hanya mengandung sisi positif, tetapi juga mengandung sisi negatif yang perlu untuk diantisipasi. Kehadiran kaum sarungan diharapkan dapat menjadi suatu kelompok yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan bagi kelompok minoritas.

Dalam ushul fikih, kita dapat menemukan salah satu kaidah sebagai berikut: “Segala sesuatu yang mana sebuah kewajiban tidak bisa sempurna kecuali dengan melakukannya, maka sesuatu tersebut wajib di kerjakan.” (Ibrahim, 2019: h. 151). Kita tahu bahwa menebar cinta dan kasih sayang sesuai dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin kepada seluruh makhluk ciptaan-Nya merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap individu muslim, terutama kaum sarungan.

Oleh karena itu, saling menjaga dan memahami antar masyarakat serta saling menghargai dan menyayangi demi terciptanya toleransi itu hukumnya wajib, la budda (tidak bisa tidak) dilakuan sebagai perantara agar nilai-nilai Islam yang rahmatan lil alamin dapat dirasakan pancaran cahayanya oleh seluruh makhluk di muka bumi ini, terutama kelompok minoritas.

Sedangkan mengenai kaum marginal yang tertindas oleh kaum borjuis, mereka sebagai kaum miskin yang terpinggirkan atau memang dipinggirkan oleh segelintir oknum dengan mencabut hak-haknya, terutama hak memperoleh keadilan. Seperti contoh di atas, yaitu masyarakat yang terkena dampak buruk dari adanya perusahaan tambang di lingkungannya, pada dasarnya perusahaan pertambangan tersebut memang membawa manfaat, tetapi juga terdapat sisi negatif yang labih besar, terutama bagi kaum marginal. Pasalnya dengan adanya pertambangan tersebut, tidak hanya kondisi lingkungan yang tercemar, seperti air, udara, dan jalan-jalan. Tapi juga kondisi sosial ekonomi mereka turut serta menjadi terhambat.

Maka dibutuhkan kaum sarungan yang berjiwa pemimpin yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan secara adil dan bijaksana, baik melalui perkataan, perbuatan, bahkan pemikiran mereka. Sehingga setiap persoalan akan menjadi jelas, mana yang lebih diutamakan dan mana yang harus di akhirkan, bahkan ditinggalkan. Hal ini juga sejalan dengan kaidah ushul fikih, yaitu: “Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan.” (Ibrahim, 2019: h. 84). Jadi meskipun sesuatu itu baik, tetapi dampak negatifnya dirasa lebih besar, maka lebih baik ditinggalkan.

Sehingga dengan adanya gagasan-gagasan yang lebih fresh, kolaborasi yang harmonis antara agama, pengetahuan, dan teknologi, kepekaan sosial yang tinggi, aktif terjun di tengah masyarakat, menegakkan keadilan, dan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan, terutama kaum marginal dan minoritas. Kaum sarungan dapat menghilangkan stigma negatif dari masyarakat yang menganggap mereka sebagai kaum yang kolot, kuno, maupun tertinggal dan mengubahnya menjadi suatu simbol perjuangan dan kepahlawanan di era millenial ini. Maka kaum sarungan tidak hanya good attitude dan good thinking, tetapi juga melek dengan gemerlap teknologi yang berkembang.



"Satu Asa HIMAHISYA Kita, Salam Insan Yuris" 


#HIMAHISYA2023
#KABINETISTIMEWA
#HBSSALAMINSANYURIS

Share:

E-BULETIN : KEBEBASAN MENURUT KACAMATA TANGGUNG JAWAB

KEBEBASAN MENURUT KACAMATA TANGGUNG JAWAB 

Oleh Itachi uciha

Sering kali kita memaknai arti kebebasan itu adalah tidak terikatnya kita kepada suatu hal, di iyakan atau tidak banyak sekali orang yang mendukung atau menentang argumen sebelum koma tadi, jika kita mengiyakan memang sejauhmana kita terikat dan jika memang tidak di iyakan sesempit apakah kata kebebasan itu sendiri ?

Keterkaitan nya kita terhadap suatu hal, akan menghasilakn sebuah konsekuensi, dimana konsekuensi ini bisa berupa kewajiban dan tanggung jawab. Dan yang saat ini kita ketahui jika kita tidak menunaikan kewajiban itu, maka akan ada konsekuensi lain yang akan datang.

Ketika kita mendefinisikan kata tanggung jawab, maka yang kita temukan adalah sebuah kesediaan kita yang menjadi dasar untuk melakukan apa yang menjadi kwajiban

Setalah kita dapatkan definisinya maka kita kembalikan lagi ke pertanyaan yang kita buat tadi, dan yang telintas di pikiran kita adalah, jika kebebasan memberikan leluasa kita berbuat sesuatu, maka manusia wajib bertanggung jawab atas apa yang kita perbuat. Terkait pertimbangan moral, baru akan mempunyai arti jika manusia tersebut mampu melaksanakan dan mau bertanggung jawab atas pulihan yang ia perbuat tadi, sederhananya begini, pertimbangan moral hanya mungkin di tunjukkan bagi orang yang mau dan mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut. Oleh karena itu pula kita tidak pernah meminta pertanggung jawaban dari sikap orang gila, dan anak di bawah umur, sekalipun kita mengetahui menurut moralitas kita yang wajar, sikap dan perilaku orang itu tidak dapat di terima.

Jadi  simple nya setiap manusia yang menghuni bumi memiliki tanggung jawab baik dengan kemauan taupun tanpa kemauan, tanggung jawab akan terus melekat sebagaimana melekatnya nama seseorang sepanjang hidupnya, bahkan setelah meninggalpun orang akan yang tidak bertanggung jawab akan terus di kenang oleh sejarah, baik itu sebagai orang yang bertanggung jawab ataupun sebagai pecundanag. MAKA BERHATI HATILAH DALAM BERSIKAP DAN BERPERILAKU KARNA KEBEBASAN ADALAH SENJATA SEKALIGUS PEMBUNUH

Jadi bagaimana pendapatmu ?

Share:

E-BULETIN : TRAGEDI KANJURUHAN

                            Oleh : iroqi

Tragedi di Kanjuruhan bukan hanya di minta diusut tuntas, tapi lebih dari itu... Sebab tanpa mengetahui kebenaran, kekerasan akan selalu terulang, dengan kata lain mencari kebenaran berarti menguraikan akar dan menemukan dampak dampak yang tidak langsung dari peristiwa kekerasan dan pembunuhan.
 *Diakhir akhir ini, banyak tragedi yang kontroversi, baik antara organisasi dan pemerintah, organisasi dan organisasi maupun rakyat dengan rakyat, kekerasan dan pembunuhan yang kontroversi berawal tragedi 50KM tol Cikampek dan sampai sekarang yang menjadi korban terbanyak, takutnya kekerasan dan pembunuhan semuanya ini di sebab akibatkan oleh ketidakbenaran dalam kasus tersebut. 
Bagaimana mana tidak, bisa jadi kekerasan dan pembunuhan orang orang cenderung mudah melakukan penindasan kepada orang lain, kebenaran yang tidak pernah diungkapkan akan membuat orang orang apatis, sehingga sulit membuat orang lain berempati kepada orang yang tertindas.
Pertanyaan nya, kenapa kekerasan dan pembunuhan ini masih terulang? Jawabannya hanya ada satu yaitu kita belum mengetahui kebenaran yang sebenarnya.
Share:

E-BULETIN : PEMIKIRAN SI BODOH


dalam memahami sesuatu, kepahaman bahasa sangat di utamakan untuk tindakan kita selanjutnya. Di iyakan atau tidak kebanyakan sumber pengetahuan kita di dapat melalui bahasa, entah itu melalui sebuah bacaan, atau pengetahuan tersebut kita peroleh karna kita mendengarkan orang, atau pengetahun itu kita peroleh dari bahasa tubuh lawan bicara yang pada akhirnya berjung ke imajinasi kita, atau yang lain. Singkatnya adalah bahasa menjadi tokoh penting dalam kita memahami suatu hal.
 agar lebih mudah kita buat contoh dari kata “kucing makan tikus mati” pemahan kita terhadap kata tersebut seenggaknya berbeda beda, perbedaan tersebut dikarenakan setiap orang memiliki tingkat pemahaman yang berbeda. Setelah kita selidiki, kata kucing makan tikus mati minimal kita akan menemukan 3 makna yang yang terkandung di dalam nya, yaitu.
1.kucing makan, tikus mati
2.kucing makan tikus, mati
3.kucing, makan tikus mati
Dari contoh diatas sekarang kita tahu kalo dalam satu kalimat ternya mengandung banyak makna, dan kadang kita tidak sadar orang tersebut paham dengan apa yang kita maksud atau tidak, bisa saja yang kita maksudkan adalah kucing, makan tikus mati namun di pemaham orang lain tergambar kucing makan, tikus mati.
 Sedikit cerita, waktu saya berbinacang dengan teman saya di tengah tengah nikmatnya obrolan kami dia mengatakan, aku hanya bertanggung jawab pada perkataan ku bukan pemikiranmu, sekilas memnag tidak lucu, tapi entah kenapa pikaran langsung puas ketka mendengarnya hahahah.
 Dan juga seringkali, kecerdasan bahasa digunakan untuk kita ngeles atau menghindari keterpojokan dalam berargumen atau menangangkap basah orang yang terpojok, sekilas terlihat jengkel, namun hal itu sangat menarik sesekali kita coba hahahaha. Seperti kata yang seperti ini contohnya: coba kamu definisikan nah kebanyakan yang saya temui orang orang menjawab dari pertanyaan bagaimana kamu mendefinisikan bukan dari coba kamu definisikan. Yaa kurang lebihnya begitulah.
 Oke, sekarang kembali ketopik, dari contoh yang saya paparkan di atas minimal kita tau, kenapa sebuah ketentuan di suatu golongan dengan golongan yang lain itu berbeda beda, meski terkadang berangkat dari satu rujukan yang sama. juga sekarang kita tahu satu hal, tentang pentingnya pemikiran kritis dan bersungguh sungguh dalam mencari kebenaran yang sesungguhnya, bukan hanya berhenti di satu pandangan saja.

Share:

E- BULETIN : APA PENTINGNYA BELAJAR MANTIQ?


Ditulis oleh

Uciha Itachi

Apa pentingnya belajar mantiq? Apa hubungannya mantiq dengan pengetahuan?

Hemat saya, belajar ilmu Mantiq adalah belajar untuk berfikir benar dan tepat, baik itu berupa jawaban atau pertanyaan. Kadangkala bukan menjawab pertanyaan saja orang terjerumus dalam kesalahan bahkan pertanyaan juga seringkali terjerumus dalam kesalahan. Seperti hal pertanyaan: apa yang dilakukan tuhan sebelum menciptakan alam? ketika manusia menciptakan sesuatu hal yang lebih besar darinya tidak akan kuat mengangkat nya, apakah tuhan bisa membuat hal yang serupa?

Kedua contoh tersebut adalah pertanyaan pertanyaan yang salah. Di sini kita akan belajar menyusun pemikirin kita secara sistematis. bahkan sempat di singgung oleh para tokoh tokoh aklimis, orang yang tidak belajar ilmu Mantiq maka patutlah di ragukan keilmuan nya.

Adapun hal kaitannya ilmu Mantiq dengan pengetahuan, Pengetahuan bisa didapatkan melalui 4 macam;

1. Pengetahuan indrawi,

2. Pengetahuan imajinatif,

3. Pengetahuan ilusif,

4. Pengetahuan rasional.

Hanya pengetahuan yang terakhir yang bisa membedakan manusia dengan binatang, sebab pengetahuan pengetahuan rasional hanya bisa dilakukan oleh manusia, hewan tidak punya pengetahuan rasional. Oleh karena itu para ilmuwan sepakat bahwasannya definisi manusia adalah hewan yang berfikir. Sebab hewan juga bisa belajar dari pengalaman, belajar dari hal berbasis indrawi tapi tidak dengan belajar dengan rasional.

Kesimpulannya pentingnya kita berfikir menggunakan logika hanya untuk menghilangkan kebinatangan yang ada pada diri kita sendiri.

Share:

E-BULETIN: TEKNIK MANIPULASI HUKUM

                                Ditulis Oleh 
                               Dhiyaul Haq

“Pembunuhan berencana“ itulah ungkapan pertama terkait dugaan tentang matinya Birigdar j mengapa begitu ?
     Karena pasca kematian BJ terdapat banyak kejanggalan yang tidak masuk akal, dilansir dari disway.id senggak nya ada kurang lebih 14 kejanggalan yang sebagian besar nya berupa tanda bahwa ada bekas penganiyayaan terhadap nya 
     Dari berita yang banyak beredar pertama yang di dengar adalah kasus perselingkuhan segi empat, dimana FS (ferdy sambo) lalu karena di ketahui oleh istrinya, hingga menyebabkan dia sakit hati lalu balas dendam dengan memuaskan hawa nafsunya kepada Brigdar j yang notaben nya pada saat itu merupakan sopir dari keluarga Ferdy sambo. Perselingkuhan antara istri FS dengan Bj pun di ketahui oleh FS sehingga FS menyuruh bawahan nya yang bernama Bahrada E untuk membunuh Brigdar j 
     Nah darisini kita tahu bahwa menurut teori acara pidana dasar, Bahrada E tidak dapat di salahkan, karena ada unsur paksaan yang dilakukan oleh FS 
     Daya paksa relatif menurut saya sangan cocok dengan kasus kali ini. Karena diketahui Bahrada E di ancam akan dibunuh oleh FS jika tidak mau mmelakukan apa yang diperintahkan oleh FS. Nah daya paksa yang mendorng pesikis BE untuk melakukan pembunuhan terhadap BJ 
   Diketahui juga dalam kasus tersebut berllaku “idagium ignoseitur ei qui sangaine soum qualiter redemptura voloit” dimana apapun yang dilakukan oleh seorang karena ketakutan akan kehilangan hidup nya maka tidak akan di hukum, pasal 48 KUHP juga menjelaskan mmaksud yang serupa terkait daya paksa ini (overmatch) 
    Nah dari teori yang ada harusnya BE tidak di hukum, justru yang di hukum adalah FS yang memaksa kepada BE untuk membunuh BJ hukuman tersebut terdapat pada 368 KUHP ayat 1 tentang pelaku pengancaman dan juga diketahui perselingkuhan dengan orang lain, nah disini teori concursus pun mulai bertindak. 
   Namun masalah nya kali sekarang melalui berita yang beredar terjadi simpang siur terhadap kasus tersebut tentang perlawanan dari pihak FS yang tidak mengiyakan perbuatan nya dan begitupun sebalik nya, bahkan yang terbarun istri dari FS mengaku tidak melakukan hubungan perselingkuhan dengan BJ, melainkan si BJ lah yang melakukan pelecehan terhadap istri FS. Hal tersbut di akui oleh kuasa hukum dari pihak istrinya FS. Dan sampai sekarang belum di katui pasti dalam artian untuk kali ini masih tabu untuk mengetahui yang sebenarnya terjadi.
  Dari sini saya hanya menangapi cerita yang pertama tadi dan untuk kelanjutan kasusnya kurang tau pasti siapa yang benar dan siapa yang salah, namun pendapat saya, semua orang berlomba lomba untuk mendapatkan keuntungan sendiri dengan cara berpolitik. Namun kebenaran ya pastinya akan menang, baik itu cepat atau lambat.
Share:

ORMAHISYA 2022

"Hidup mahasiswa" kata tersebut menggema di halaman fakultas KeIslaman Unversitas Trunojoyo Madura. Tepat tanggal 10 Agustus mahasiswa baru prodi Hukum Bisnis Syariah fakultas keislaman Universitas Trunojoyo Madura melangsungkan acara ormahisya 2022 . Antusiasme yang diikuti oleh 131 Peserta memriahkan acara tersebut. Dan ketok palu pembukaan secara resmi telah di bunyikan langsung oleh ibu Shofiyun Nahidloh, S.Ag., M.H.I selaku Dekan fakultas keislaman Trunojoyo Madura, Beserta jajaran nya.
Kabinet arkatama selaku panitia yang bertanggung jawab atas acara ini mengangkat tema : Membentuk generasi yuris yang aktif, solutif, impresif
Dengan harapan bahwasanya Maba tahun 2022 ini mampu menganalisis suatu permasalahan yang ada di  sekitar, yang mana nanti permasalahan tersebut akan dikaji, sehingga nantinya hasil dari analisis teresbut dapat dijadikan estafet lanjutan dari pemikiran yang awalanya masih berbentuk tashawwur menjadi pemikiran yang tashdiq dan dapat bermanfaat bagi orang banyak.
Share:

Ketua Umum HIMAHISYA

Popular Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Recent Posts